Passport

Dalam hidup ini, setahu saya hanya orang bodohlah yang selalu memulai pertanyaan hidup, apalagi memulai misi kehidupan dan tujuannya dari uang. Dan begitu seorang pemula bertanya uangnya dari mana, maka ia akan terbelenggu oleh constraint. Dan hampir pasti jawabannya hanyalah tidak ada uang, tidak bisa, dan tidak mungkin.

Ketika Tuhan Menciptakan Indonesia

Negara yang sangat kaya dan sangat cantik di planet bumi. Ada jutaan flora dan fauna yang telah Aku ciptakan di sana. Ada jutaan ikan segar di laut yang siap panen. Banyak sinar matahari dan hujan. Penduduknya Ku ciptakan ramah tamah, suka menolong dan berkebudayaan yang beraneka warna. Mereka pekerja keras, siap hidup sederhana dan bersahaja serta mencintai seni."

Sajak Cinta Sang Murabbi

Bangun Pondasi Dengan BMT

Sehatnya perekonomian suatu bangsa, ditandai dengan majunya ekonomi mikro, dan pasti berlanjut pada ekonomi makro, itu yang saya tangkap dari berbagai masalah ekonomi yang terus bergulir di Indonesia.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 29 Februari 2012

Passport




Setiap saat mulai perkuliahan, saya selalu bertanya kepada mahasiswa berapa orang yang sudah memiliki pasport. Tidak mengherankan, ternyata hanya sekitar 5% yang mengangkat tangan. Ketika ditanya berapa yang sudah pernah naik pesawat, jawabannya melonjak tajam. Hampir 90% mahasiswa saya sudah pernah melihat awan dari atas. Ini berarti mayoritas anak-anak kita hanyalah pelancong lokal.
Maka, berbeda dengan kebanyakan dosen yang memberi tugas kertas berupa PR dan paper, di kelas-kelas yang saya asuh saya memulainya dengan memberi tugas menguruspasport. Setiap mahasiswa harus memiliki “surat ijin memasuki dunia global.”. Tanpa pasport manusia akan kesepian, cupet, terkurung dalam kesempitan, menjadi pemimpin yang steril. Dua minggu kemudian, mahasiswa sudah bisa berbangga karena punyapasport. Setelah itu mereka bertanya lagi, untuk apa pasport ini? Saya katakan, pergilah keluar negeri yang tak berbahasa Melayu. Tidak boleh ke Malaysia, Singapura, Timor Leste atau Brunei Darussalam. Pergilah sejauh yang mampu dan bisa dijangkau.
“Uang untuk beli tiketnya bagaimana, pak?”
Saya katakan saya tidak tahu. Dalam hidup ini, setahu saya hanya orang bodohlah yang selalu memulai pertanyaan hidup, apalagi memulai misi kehidupan dan tujuannya dari uang. Dan begitu seorang pemula bertanya uangnya dari mana, maka ia akan terbelenggu oleh constraint. Dan hampir pasti jawabannya hanyalah tidak ada uang, tidak bisa, dan tidak mungkin.
Pertanyaan seperti itu tak hanya ada di kepala mahasiswa, melainkan juga para dosen steril yang kurang jalan-jalan. Bagi mereka yang tak pernah melihat dunia, luar negeri terasa jauh, mahal, mewah, menembus batas kewajaran dan buang-buang uang. Maka tak heran banyak dosen yang takut sekolah ke luar negeri sehingga memilih kuliah di almamaternya sendiri. Padahal dunia yang terbuka bisa membukakan sejuta kesempatan untuk maju. Anda bisa mendapatkan sesuatu yang yang terbayangkan, pengetahuan, teknologi, kedewasaan, dan wisdom.
Namun beruntunglah, pertanyaan seperti itu tak pernah ada di kepala para pelancong, dan diantaranya adalah mahasiswa yang dikenal sebagai kelompok backpackers. Mereka adalah pemburu tiket dan penginapan super murah, menggendong ransel butut dan bersandal jepit, yang kalau kehabisan uang bekerja di warung sebagai pencuci piring. Perilaku melancong mereka sebenarnya tak ada bedanya dengan remaja-remaja Minang, Banjar, atau Bugis, yang merantau ke PulauJawa berbekal seadanya.Ini berarti tak banyak orang yang paham bahwa bepergian keluar negeri sudah tak semenyeramkan, sejauh, bahkan semewah di masa lalu.
Seorang mahasiswa asal daerah yang saya dorong pergi jauh, sekarang malah rajin bepergian. Ia bergabung ke dalam kelompok PKI (Pedagang Kaki Lima Internasional) yang tugasnya memetakan pameran-pameran besar yang dikoordinasi pemerintah. Disana mereka membuka lapak, mengambil resiko, menjajakan aneka barang kerajinan, dan pulangnya mereka jalan-jalan, ikut kursus, dan membawa dolar. Saat diwisuda, ia menghampiri saya dengan menunjukkan pasportnya yang tertera stempel imigrasi dari 35 negara. Selain kaya teori, matanya tajam mengendus peluang dan rasa percaya tinggi. Saat teman-temannya yang lulus cum-laude masih mencari kerja, ia sudah menjadi eksekutif di sebuah perusahaan besar di luar negeri.
The Next Convergence
Dalam bukunya yang berjudul The Next Convergence, penerima hadiah Nobel ekonomi Michael Spence mengatakan, dunia tengah memasuki Abad Ke tiga dari Revolusi Industri. dan sejak tahun 1950, rata-rata pendapatan penduduk dunia telah meningkat dua puluh kali lipat. Maka kendati penduduk miskin masih banyak, adalah hal yang biasa kalau kita menemukan perempuan miskin-lulusan SD dari sebuah dusun di Madura bolak-balik Surabaya-Hongkong.
cap-passport
Tetapi kita juga biasa menemukan mahasiswa yang hanya sibuk demo dan tak pernah keluar negeri sekalipun. Jangankan ke luar negeri, tahu harga tiket pesawat saja tidak, apalagi memilikipasport .Maka bagi saya, penting bagi para pendidik untuk membawa anak-anak didiknya melihat dunia. Berbekal lima ratus ribu rupiah, anak-anak SD dari Pontianak dapat diajak menumpang bis melewati perbatasan Entekong memasuki Kuching. Dalam jarak tempuh sembilan jam mereka sudah mendapatkan pelajaran PPKN yang sangat penting, yaitu pupusnya kebangsaan karena kita kurang urus daerah perbatasan. Rumah-rumah kumuh, jalan berlubang, pedagang kecil yang tak diurus Pemda, dan infrastruktur yang buruk ada di bagian sini. Sedangkan hal sebaliknya ada di sisi seberang. Anak-anak yang melihat dunia akan terbuka matanya dan memakai nuraninya saat memimpin bangsa di masa depan. Di universitas Indonesia, setiap mahasiswa saya diwajibkan memiliki pasport dan melihat minimal satu negara.
Dulu saya sendiri yang menjadi gembala sekaligus guide nya. Kami menembus Chiangmay dan menyaksikan penduduk miskin di Thailand dan Vietnam bertarung melawan arus globalisasi. Namun belakangan saya berubah pikiran, kalau diantar oleh dosennya, kapan memiliki keberanian dan inisiatif? Maka perjalanan penuh pertanyaan pun mereka jalani. Saat anak-anakIndonesia ketakutan tak bisa berbahasa Inggris, anak-anak Korea dan Jepang yang huruf tulisannya jauh lebih rumit dan pronounciation-nya sulit dimengerti menjelajahi dunia tanpa rasa takut. Uniknya, anak-anak didik saya yang sudah punyapasport itu 99% akhirnya dapat pergi keluar negeri. Sekali lagi, jangan tanya darimana uangnya. Mereka memutar otak untuk mendapatkan tiket, menabung, mencari losmen-losmen murah, menghubungi sponsor dan mengedarkan kotak sumbangan. Tentu saja, kalau kurang sedikit ya ditomboki dosennya sendiri.
Namun harap dimaklumi, anak-anak didik saya yang wajahnya ndeso sekalipun kini dipasportnya tertera satu dua cap imigrasi luar negeri. Apakah mereka anak-anak orang kaya yang orangtuanya mampu membelikan mereka tiket? Tentu tidak. Di UI, sebagian mahasiswa kami adalah anak PNS, bahkan tidak jarang mereka anak petani dan nelayan. Tetapi mereka tak mau kalah dengan TKW yang meski tak sepandai mereka, kini sudah pandai berbahasa asing.
Anak-anak yang ditugaskan ke luar negeri secara mandiri ternyata memiliki daya inovasi dan inisiatif yang tumbuh. Rasa percaya diri mereka bangkit. Sekembalinya dari luar negeri mereka membawa segudang pengalaman, cerita, gambar dan foto yang ternyata sangat membentuk visi mereka.
Saya pikir ada baiknya para guru mulai membiasakan anak didiknya memiliki pasport. Pasport adalah tiket untuk melihat dunia, dan berawal dari pasport pulalah seorang santri dari Jawa Timur menjadi pengusaha di luar negeri. Di Italy saya bertemu Dewi Francesca, perempuan asal Bali yang memiliki kafe yang indah di Rocca di Papa. Dan karena pasport pulalah, Yohannes Surya mendapat bea siswa di Amerika Serikat. Ayo, jangan kalah dengan Gayus Tambunan atau Nazaruddin yang baru punyapasport dari uang negara.
Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia

Ketika Tuhan Menciptakan Indonesia


Suatu hari Tuhan tersenyum puas melihat sebuah planet yang baru saja diciptakan-Nya. Malaikat pun bertanya, "Apa yang baru saja Engkau ciptakan, Tuhan?"

"Lihatlah, Aku baru saja menciptakan sebuah planet biru yang bernama Bumi," kata Tuhan sambil menambahkan beberapa awan di atas daerah hutan hujan Amazon.

Tuhan melanjutkan, "Ini akan menjadi planet yang luar biasa dari yang pernah Aku ciptakan. Di planet baru ini, segalanya akan terjadi secara seimbang.

Lalu Tuhan menjelaskan kepada malaikat tentang Benua Eropa. Di Eropa sebelah utara, Tuhan menciptakan tanah yang penuh peluang dan menyenangkan seperti Inggris, Skotlandia dan Perancis. Tetapi di daerah itu, Tuhan juga menciptakan hawa dingin yang menusuk tulang.

Di Eropa bagian selatan, Tuhan menciptakan masyarakat yang agak miskin, seperti Spanyol dan Partugal, tetapi banyak sinar matahari dan hangat serta pemandangan eksotis di Selat Gibraltar.

Lalu malaikat menunjuk sebuah kepulauan sambil berseru, "Lalu daerah apakah itu Tuhan?"

"O, itu," kata Tuhan, "itu Indonesia. Negara yang sangat kaya dan sangat cantik di planet bumi. Ada jutaan flora dan fauna yang telah Aku ciptakan di sana. Ada jutaan ikan segar di laut yang siap panen. Banyak sinar matahari dan hujan. Penduduknya Ku ciptakan ramah tamah, suka menolong dan berkebudayaan yang beraneka warna. Mereka pekerja keras, siap hidup sederhana dan bersahaja serta mencintai seni."

Dengan terheran-heran, malaikat pun protes, "Lho, katanya tadi setiap negara akan diciptakan dengan keseimbangan. Kok Indonesia baik-baik semua. Lalu dimana letak keseimbangannya?"

Tuhan pun menjawab dalam bahasa Inggris, "Wait, ‘till you see the idiots I put in the government."

Jumat, 18 Maret 2011

Choice is a Magic Word

Suatu hari, ada seorang petani yang menemukan sebuah telur elang di dekat kandang ayamnya. Karena ia tidak tahu bahwa itu adalah telur elang, ia meletakkannya bersama dengan seekor induk ayam yang sedang mengerami telurnya. Setelah telur elang tersebut menetas, elang kecil tersebut hidup bersama dengan ayam-ayam lain di kandang ayam. Ia hidup, makan, mencari cacing seperti layaknya seekor ayam karena ia mengira bahwa dirinya adalah seekor ayam.
Suatu saat, ia melihat seekor elang terbang melayang di angkasa dengan gagahnya. Elang kecil itu terpana, “Wow, siapakah itu?”. Ayam-ayam pun menjawab, “Itu elang, sang penguasa langit, raja dari segala burung”. “Luar biasa, sayapnya mengembang di langit dengan gagah, seandainya saja aku bisa terbang…”.“Ah, tak mungkinlah kau bisa terbang, kau hanyalah seekor ayam, seperti kita. Kita mahluk bumi, sedangkan dia mahluk angkasa”.
Dia yakin akan perkataan teman-temannya, sehingga dia hidup, bersikap seperti ayam, dan akhirnya mati sebagai seekor ayam.
Banyak manusia yang menjalani hidupnya dalam ketidaksadaran. Mereka tidak sadar akan banyaknya pilihan dalam hidupnya. Cerita tadi memperlihatkan ketidaksadaran elang terhadap pilihan hidupnya. Kalau ia menyadari bahwa ia terlahir sebagai seekor elang, pasti ia dapat menggapai angannya untuk bisa terbang.
Tapi itulah pilihan, pilihan dapat kita miliki dalam segala situasi dan kondisi. Walaupun dalam takdir tidak terdapat sebuah pilihan, namun kita dapat memilih nasib kita. Kita tidak dapat memilih untuk terlahir sebagai laki-laki atau perempuan. Tapi kita dapat memilih, mau menjadi laki-laki atau perempuan bagaimanakah kita. “Sesungguhnya Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu berusaha untuk mengubahnya”. Baik dan buruk merupakan pilihan kita.
Setiap pilihan memiliki konsekuensinya masing-masing. Apabila Anda memilih sebuah pilihan dengan penuh keterpaksaan, ini hanya akan membuat Anda merasa tersiksa dan Anda akan merasa dikontrol orang lain. Anda akan melaksanakan pilihan itu dengan rasa tak berdaya. Tapi, jika Anda memilih sebuah pilihan itu dengan penuh kesadaran, maka Anda akan merasa bahwa Anda adalah pengontrol sepenuhnya diri Anda.
Pilihan dapat menjadikan Anda seorang pemimpin, karena ketika Anda menyadari bahwa Anda mempunyai pilihan, serta merta Anda dapat mengontrol diri sendiri. Pilihan dapat mengubah wayang menjadi dalang, dalang menjadi wayang, subyek menjadi obyek, obyek menjadi subyek, powerless menjadi powerfull, powerfull menjadi powerless.
Tidak memilih pun merupakan sebuah pilihan.
So, anda memilih untuk memilih, atau memilih untuk tidak memilih?
Pikirkanlah dan bersiaplah menghadapi segala konsekuensi.
Semoga bermanfaat untuk Saya, Anda, Kita.
Ditulis dengan penuh pilihan, penuh kehati-hatian setelah sehari sebelumnya menulis artikel dengan judul sama tanpa kehati-hatian dan keamanan sehingga terkena Mozilla Cracker : )
Berhati-hatilah apabila Anda suka menulis langsung di website daripada dari aplikasi writer!
PS: inspired by Anugerah dengan segala kegelisahannya :P
Jombang, 06 Juni 2010 dan Surabaya, 07 Juni 2010.

Sajak Cinta Sang Murabbi

Dialah cerahnya fajar yang tenang tapi riang

Diciptakan dari segala yang istimewa

Apakah kau tahu, sang peminang mendengarkannya,

Duhai kekasih,

Tidaklah aku lebih suka kepada selainnya.

Jangan pernah kau serupai orang yang sungguh mendapatkannya

Yang melamarku dengan penuh alpa,

Hingga orang-orang mengejeknya

Perbaikilah dirimu

Duhai andai ditolak darinya

Ketika piala diterbangkan bergilir

Lalu berakhir ketika hajatnya tuntas

Seusai lari tak terkendali

Sesungguhnya yang berhasil melamarku

Hanyalah yang berjuang terus menerus

Bangun Pondasi dengan BMT

“Assalamu’alaikum…”, suara itu acap kali saya dengar ketika membantu ibu saya berjualan di pasar dekat rumah saya. Sambil menjawab salam, ibu saya mengambil beberapa puluh ribu uang untuk diberikan kepada pemilik suara tersebut. Ternyata suara itu berasal dari seorang petugas Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang beroperasi di daerah kami. Petugas itu dengan sabar menyusuri pasar untuk mengambil ‘setoran’ nasabah pasar. Melihat fenomena ini, saya bersyukur bahwa ekonomi syariah mulai ditegakkan di desa saya. Walaupun masih dalam taraf mikro, tetapi perkembangan BMT yang pesat meyakinkan saya bahwa akan perkembangan bank syariah selanjutnya.
Kemudian saya berfikir, kenapa tidak langsung membangun bank syariah saja? Kenapa harus BMT? Bank syariah kan punya lingkup yang lebih besar? Tapi kemudian saya menyadari bahwa pertanyaan itu retoris, karena semua orang tahu, untuk memulai suatu hal, harus melakukan dari hal yang kecil dulu, seperti membangun suatu bangunan besar, harus membuat pondasi dulu. Dan pondasi dari ekonomi adalah ekonomi mikro. Sehatnya perekonomian suatu bangsa, ditandai dengan majunya ekonomi mikro, dan pasti berlanjut pada ekonomi makro, itu yang saya tangkap dari berbagai masalah ekonomi yang terus bergulir di Indonesia. Membangun sebuah Islamic banking, tidak mungkin langsung membangun bank besar di daerah pedesaan yang rata-rata untuk meminjam uang masih menggunakan ‘jasa’ bank titil atau rentenir. Tetapi harus dilakukan pendekatan persuasif, yang sama-sama ‘kecil’, seperti BMT, BPRS, ataupun unit usaha syariah lainnya. Lembaga keuangan syariah (LKS) yang bersifat mikro tersebut akan lebih ‘mengena’ daripada membangun bank syariah besar secara langsung. Seperti pada cerita tentang BMT di pasar daerah saya, LKS mikro dapat membantu para grassroot dalam simpan pinjam. Kesulitan akses masyarakat yang menjalankan usaha mikro kepada sumber modal sering menjadi sebab banyaknya masyarakat terjebak pada para rentenir yang memberikan kemudahan namun sekaligus membawa kesulitan kepada si peminjam karena tingginya biaya bunga yang harus dikembalikan. Sebaliknya keberadaan Lembaga Keuangan Syari’ah, seperti BMT kelihatan memberi solusi terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat tersebut. Beberapa kajian membuktikan bahwa BMT memiliki peranan yang sangat signifikan dalam mengeliminir keterjebakan masyarakat desa dengan rentenir, sekaligus berhasil mengurangi tingkat kemiskinan di kalangan masyarakat pedesaan.
Untuk lebih optimal dalam membangun LKS mikro, juga harus memperhatikan beberapa hal seperti pendekatan emosional dan rasional terhadap masyarakat, pada masyarakat, harus bisa mengambil simpati dengan melihat adat serta norma yang berlaku di setiap tempat dan bisa juga melalui pendekatan kepada ulama atau penerapan pada pondok pesantren. lembaga keuangan syariah bisa menjalin kerjasama dengan lingkungan pondok. Penerapan praktik syariah pada lingkungan religius daerah tersebut bisa mempengaruhi masyarakat juga. Lembaga keuangan syariah harus dapat membuktikan bahwa produk yang dihasilkan benar-benar lebih baik dari lembaga keuangan konvensional dan benar-benar untuk kemaslahatan umat. Perlu dilakukan pemetaan potensi masyarakat dari sisi kekuatan financial dan sikap masyarakat akan lembaga keuangan syariah, khususnya terhadap perbankan syariah. Itulah beberapa gagasan saya agar bank-bank syariah applicable di mata masyarakat. Semoga kedepannya bermunculan BMT-BMT dan bank-bank syariah yang mementingkan usaha mikro.

Cinta, Cita dan Wanita (Bunda)

Teringat masa itu, dimana Lia kecil selalu berusaha mengintip kamar tidur ibu-ayahnya sebelum terlelap tidur dan berusaha melihat gerakan naik-turun perut ibunya, dan mendengar dengkuran ayahnya. Kemudian tersenyum dan berucap syukur dalam hati setelah terdengar dengkuran dan gerakan orang tuanya. Setelah itu ia kembali ke kamar, berdoa agar esok pagi masih bisa melihat masakan ibunya. Mungkin itu salah satu ungkapan rasa sayang Lia pada orang tuanya. Pernahkah kalian berbuat seperti dia?

Pernahkah kita menghitung berapa liter beras dan berapa jenis makanan yang telah dimasak oleh seorang ibu untuk anaknya, berapa kali melihat tangan seorang ayah terangkat ketika berdoa, dan berapa banyak air mata mengalir ketika sujud mendoakan kebahagiaan dan keselamatan anak-anaknya? Mungkin bagi sebagian orang hal-hal itu tampak terlalu berlebihan, tapi coba renungkan bahwa apa yang telah mereka berikan kepada kita tak akan pernah impas dengan hal-hal yang kita lakukan untuk menunjukkan rasa cinta kasih kita.

Ketika sahabat Rasulullah berthawaf mengelilingi ka'bah sambil menggendong ibunya yang sudah sepuh, ia bertanya pada Rasul,"Sudahkah terbayar lunas semua jerih payah ibuku, Ya Rasulullah?"Rasulullah menjawab, "Tidak, bahkan untuk menandingi rasa sakitnya saat melahirkanmu pun tidak terbayar.".

Bagaimana cara kita membalas semua kebaikan dan cinta ibu kita? Ridlollohu ridlo walidain, ridho Allah terletak pada ridho kedua orang tua. Maka, raihlah ridho orang tuamu, utamakan ibumu, ibumu, ibumu, kemudian ayahmu. Cintailah mereka (seperti mereka mencitaimu sejak kecil).

Seorang ibu, seperti tangan dan mata, kedua jauh tetapi tak terpisahkan, disaat mata menangis, tangan yang akan mengusap, disaat tangan terluka mata akan menangis. Ibu akan selalu melindungi anaknya dengan segenap kekuatannya. Mungkin cinta kasih inilah yang menginspirasi pembuat novel terkenal, J.K Rowling, membuat cerita tentang cinta kasih ibu yang tak terkalahkan oleh sihir jahat Voldemort untuk melindungi bayinya, Harry Potter.

Ibu, maafkan aku yang seakan tak pedulikanmu…
Ibu, maafkan aku yang seakan tak tahu bahwa engkau selalu melafalkan namaku disetiap doamu…
Ibu, terima kasih engkau masih mau mempedulikanku…
Ibu, terima kasih engkau masih mau mendoakan aku…
Ibu, pasti ku kan terus memperdulikanmu…
Ibu, pasti ku kan untuk terus mendoakanmu…

Robbigh firli waliwalidayya,warhamhuma kamaa Robbayani shoghiro”, Walaupun jauh diperantauan, tak bisa mendengar detak jantung, dengkuran, dan nafas ibu-ayah, ku akan selalu mendoakan kalian tiap malam…

Maaf, dan terima kasih selamanya…

Sabtu, 09 Januari 2010

WELKOM VRIENDEN!!!


Tanpa segelas welcome drink, atau a bunch of flower untuk menyambut para tamu, calon teman, calon pacar  suami di blog ini. Yang kuberikan hanyalah a bunch of thanks buat kalian J
Selamat menikmati coretan microsoft word-ku ini, apabila anda senang dengan blog ini, beritahukan teman-teman anda, dan apabila kurang menyenangkan, hubungi saya disini (halah).

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More